Pages

Selasa, 24 Maret 2015

HERE WE ARE : LEMUKUTAN ISLAND (3)

Kamis, 19 Februari 2015

Subuh pukul 04.30 Wib, baru 3 jam mata dipejamkan. Badan saya sudah terjaga. Agus dan suami yang pagi itu siap-siap berangkat pulang, sudah terjaga lebih awal. Kabarnya, motor air yang berangkat ke Teluk Suak paling awal pukul 06.00 pagi hari.
Kami berlima yang masih tinggal menginap semalam lagi, ikut mangantarkan pasangan pengantin baru plus Eka dan anaknya ke dermaga Teluk Cina. Sempat sarapan telur rebus ayam kampung. Saya sudah mengenakan baju yang akan saya gunakan berenang nanti. Antisipasi agar menghemat waktu sehingga tidak perlu pulang-balik ke rumah dari dermaga untuk berganti baju.
Dermaga Teluk Cina di Kamis pagi


Motor air merapat

Hiruk pikuk dermaga Teluk Cina

Setelah mengantar pasangan Agus dan Eka. Kami meneruskan jalan kaki menyusuri pantai di sisi kiri dermaga. Pagi itu air pasang. Ombak tidak terlalu agresif. Laut biru muda seperti aquarium raksasa. Tampak terumbu karang, meski sedikit keruh karena arus di bawah yang masih cukup deras.

Dermaga Teluk Cina dari kejauhan

Batuan dan perahu

Pantai dengan serpihan terumbu karang mati
Sempat menunggu Aci dan Galuh berganti pakaian dinas renangnya (yang tentu masih dengan jilbab), kami bertiga menunggu dengan cukup sabar. Hahaha...meski separuhnya lagi adalah tidak sabar
Begitu formasi PowerRanger sudah lengkap, kami melanjutkan rencana menyusuri pantai. Masih dengan agenda renang.
Sayangnya dokumentasi bermain air pagi itu tidak direkam kamera saku Yaschica saya, karena sang pemilik sedang asik sendiri di air asin. Kuatir kamera terkena air asin, kamera saya amankan.
Pastinya pagi itu, kami bersenang-senang. Meski dengan peralatan terbatas untuk snorkling kami tetap saja menghabiskan waktu yang ternyata sudah berlalu berjam-jam.
Diedit oleh Aci
Usai bermain air asin, hujan yang turun semakin lebat membuat badan semakin mengigil. Badan dan baju yang basah, terasa berat menuju ke rumah. Lagi-lagi laparrr...
Menyusuri jalan setapak yang basah juga oleh hujan. Aroma rumput basah. Harum.

harum rumput basah

Sesampainya di rumah, kami bergegas menuju ke kamar mandi. Alhasil kamar mandi yang hanya ada satu menjadi primadona. Tanpa direncanakan, dengan sedikit terpaksa, masing-masing dari kami mencuci pakaian yang basah air laut tadi. Saya justru memasukkan baju yang kami gunakan kemarin ke dalam bak cuci, dengan harapan besok saat pulang ke Pontianak, pakaian yang dibawa dalam keadaan bersih.
Setelah makan, menjemur pakaian, kami yang kekenyangan mulai melirik ke arah bantal. Mungkin kami lelah...hahaha.
Satu persatu tumbang, mengalah dengan bujukan bantal yang tampak lezat berpadu dengan kepala. Saya yang asik membaca buku pun ikut berlayar. Angkat sauh, menuju pulau kapuk dalam mimpi.
Sayangnya, jemuran pakaian yang baru saja dijemur, membuat kami berjaga-jaga karena hari mendadak menjadi gelap dan turun hujan. Cukuplah tertidur selama satu jam, saya yang terjaga dengan terburu-buru, setelah menjemput jemuran di halaman tetangga, mengumpulkan semangat dengan duduk di teras rumah. Siang yang gelap. Angin berhembus kencang. Berharap awan hitam dibawa pergi sang bayu, Kami masih berencana untuk berkeliling sore ini.
Setelah menjamak shalat Dzuhur dan Ashar, kami berlima turun, dengan kendaraan roda dua kami, menuju ke Palembang (semoga saya tidak keliru). Desa yang ada di simpang tiga, belok kanan, jika kita datang dari arah Teluk Cina. Namun belum keluar dari desa Teluk Cina, hujan turn deras. Alhamdulillah, suami berinisiatif untuk berteduh di sebuah kantin. Hehehe...tandanya makan donk ya. Huraaa...
Dua jam yang lalu, nasi yang kami santap telah menjadi energi. Jadi sudah sewajarnya, saat singgah di kantin, saya melirik suami sebagai tanda, ingin ngemil. Well, menyenangkan sekali, ternyata cemilan yang tersedia dan dijual di kantin ini adalah roti, dan bakso ikan. Sedaaapp...
Kontan saja, usulan menu diiyakan. Hadirlah 5 mangkok bakso ikan sebagai santapan sore di waktu hujan.
Hujan Bakso dan Narsis...
Hujan teduh, perjalanan dengan kendaraan bermotor kami lanjutkan. 

wajah lain Pulau Lemukutan

Masih penasaran dengan snorkling, dua pria kembali ke Teluk Melano. Hendak menyewa pelampung dan kacamata. Alhamdulillah, belum sampai menyewa, saya bertemu teman baik semasa SMP, Ariyanto Bebenk. Menyenangkan karena teman satu ini ternyata meminjami kami peralatan snorkling gratis donk yah, yang tandanya penghematan biaya. Hahaha...ibu rumahtangga, giliran berhasil melakukan penghematan aja rasanya senang euy.

suami menunggu andri/apon bersiap-siap
Sambil berbincang-bincang dengan Bebenk, menunggu dua pria menikmati terumbu karang. Mendapat kabar bahwa ikan segar yang dijual oleh nelayan di desa Teluk Cina sudah habis diborong pembeli. Bebenk sekeluarga berhasil mendapatkan ikan dalam ukuran cukup besar. Ah, gusar juga dibuatnya, karena kami sejak awal memang berencana untuk membeli ikan lalu menyajikannya sebagai makan malam ini. Ikan bakar. Bumbunya bahkan sudah disiapkan dari Pontianak.
Nyaris pukul 5 sore. Para pria sudah naik ke daratan. Kami bergegas pulang. Berharap masih ada ikan yang dapat dibeli untuk dibakar.
Alhamdulillah, dalam perjalanan pulang, kami beruntung menemukan satu keluarga yang baru saja merapat naik. Ikan tenggiri ukuran 4,3 kilogram. Deal dengan harga sekilonya Rp. 35.000,-.
4,3 x 35.000 = Rp. 150.500,-
Sedikit nego agar harga dibulatkan 4 kilogram saja menjadi Rp.140.000,-
Deal. Happy day!!!
4,3 kilogram siap dibakar

Sajian high protein. Alhamdulillah
Malam hadir dengan cepat. Rasanya terlalu cepat. Sebenarnya kami sempat membeli kartu remi. Sayangnya karena misscomunication, permainan kartu remibok batal dilangsungkan. Para pria menanti kami, sedangkan kami pun menunggu para pria yang tampaknya asik mengobrol di teras.
Galuh yang kelelahan mulai mengelar kasur dan tertidur. Saya dan Aci berhasil mendapatkan ijin untuk santai di dermaga Teluk Cina. Tiga pria masih asik di teras seraya chit-chat.
Di dermaga yang ternyata ramai, kami memutuskan duduk sambil menonton rombongan-rombongan yang menangkap ikan, diserampang atau bahkan dtangkap saja dengan tangan lalu dimasukkan ke dalam ember atau karung. Seru kelihatannya.
Eits tapi jangan salah, meskipun nampanya seru bukan berarti tidak berbahaya. Justru dekat dengan bahaya karena di dasar pantai yangt surut tersebut seringkali dihuni oleh ikan lapuk yang berbisa. Bisanya dapat membuat badan terasa sakit. Bulu babi tak kalah menakutkan, karena bisa racun dari bulunya dapat membuat badan pun perih dan demam. Jadi tidak aneh jika para pemburu ikan di bawah dermaga menggunakan alas kaki bahkan sepatu bot.
Kami yang duduk ditepi dermaga, sesekali mengamati pulau di waktu malam. Misterius dan perkasa. Kerapkali saya melayangkan pandangan ke angkasa, mengamati bintang yang selalu menarik. Genit dan ceria. Angin laut lumayan kencang. Senandung para remaja menemai obrolan kami berdua.
Ah, obrolan para perempuan selalu memakan waktu dan penuh perasaan. Love that moment.
Nyaris tengah malam. Dermaga yang sedikit agak sepi. Kami berdua beranjak pulang.
Sesampainya di rumah, kami ikut bergabung dengan pembicaraan bapak-bapak yang makin seru saja. Tentang divinglah, tentang tempat wisata yang belum pernah kami kunjungilah, tentang ini-itu.
Sampai pada akhirnya mata benar-benar perlu istirahat. Kami berlayar. ZzzZZzzz...

Keesokan pagi, pukul 5. Kami bersiap-siap untuk pulang ke rumah masing-masing. Sempat sarapan dan mandi yang wangi. Kami berlima pamit. Berharap tuan rumah tidak jera menerima kami di rumahnya di lain waktu. Berterima kasih banyak untuk kemurahan hatinya mempersilakan kami dan memperlakukan kami seperti keluarga sendiri. Semoga sehat dan dapat kembali bertemu dalam keadaan yang lebih baik. Barakallah Bang jemi dan Eka.
Fin. Tammat.

Pulang melalui dermaga Teluk Cina

Mentari di awal pagi
Catatan Tambahan.
Berikut ini gambar dari penginapan di Teluk Melano.
Berdasarkan info yang saya peroleh, penginapan Rp.500.000/malam (Lima ratus ribu rupiah permalam)
Fasilitas, kamar dan peralatan masak.
Kamar mandi dan toilet terpisah bangunannya.

Kamar mandi, Cuci dan Kakus

Penginapan (bangunan kayu)

Kegiatan yang umum dilakukan di Pulau Lemukutan (liburan) adalah snorkling. Adapun diving harus dilakukan oleh para ahli atau yang sudah bersertifikat. Kegiatan lainnya dapat kita lakukan dengan bergabung bersama masyarakat, seperti mengikuti nelayan berlayar, menangkap cumi-cumi dan lainnya. Perahu dapat di sewa, hanya saja karena kami tidak perlu menyewa maka saya tidak tahu berapa biaya sewanya. Untuk peralatan snorkling yang disewakan oleh beberapa pengusaha penginapan adalah Rp.50.000/sekali sewa.
Kondisi terumbu karang di Pulau Lemukutan sebenarnya sudah terganggu oleh kegiatan wisata. Beberapa titik yang kami kunjungi sudah mengalami kerusakan akibat perilaku pengunjung yang kurang bertanggungjawab. Sampah juga tampak bersebaran di mana-mana. Mengenai sampah, penduduk lokal belum memahami mengenai cara menanggulangi sampah terutama sampah rumah tangga dan sampah plastik.
Sungguh disayangkan. Jika keadaan ini terus berlanjut, maka tidak menutup kemungkinan Pulau Lemukutan akan kehilangan pesonanya dan tidak lagi memiliki nilai estetika yang khas yang bisa mendatangkan pendapatan baik bagi masyarakat maupun bagi Pemerintah Daerah Bengkayang.

*******





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Template by BloggerCandy.com