Pages

Kamis, 09 Januari 2014

MESKI MENUTUP AURAT TIDAKLAH MEMBUATMU SUPER CANTIK...


Berupaya menutup aurat.
Saya yang berkarakter keras, dulu sangat sulit memahami -wajib- nya bagi muslimah menutup aurat.

Dengan arogannya, dulu saya berani membantah ini itu berkelit dari wajibnya muslimah menutup aurat.

Tahun 2001, adik saya memutuskan untuk hijrah, menutup auratnya. Kepala dan rambut tidak lagi leluasa dikibaskan angin, anting di telinga tidak lagi menggoda mata untuk melirik, kaki tidak lagi hanya sekadar bercelana panjang atau rok sepan saja, ada kaus kaki di tiap berangkatnya ia dari rumah.
Saat itu, masih segar dalam ingatan saya, adik saya baru masuk tahun ajaran pertamanya di Sekolah Menengah Atas yang sama dengan saya, di kotamadya Pontianak, SMAN 1.

Waktu itu, entah apa yang dipikirkannya, pikir saya.
Hello, serba menutup seperti itu, ribet dan panas kelihatannya.


Saya yang serba aktif dan banyak bertanya, meski penasaran berusaha menahan diri untuk tidak ambil pusing. Saya tidak tahu betapa berat dosa yang saya pikul kelak karena melalaikan kewajiban menutup aurat bagi muslimah ini.

Adik saya tipe yang tekun mengajak kakaknya berhijrah.
Ah, belumlah begitu selalu jawab saya, nanti jika sudah tua.
Konyol, bagaimana jawaban itu dapat terlontar. Ah, saya benar - benar konyol.

Nyaris beberapa bulan setelahnya, saya lupa tepatnya kapan, mungkin akhir 2001, ibunda saya pun memutuskan mengenakan penutup kepala dan rambut. Hanya wajah dan telapak tangannya saja yang terlihat.

Sebenarnya pada tahun - tahun itu, jilbab memang sedang marak.
Kalau tidak salah, maraknya dikarenakan beberapa artis perempuan Indonesia yang memutuskan berjilbab, seperti Inneke Koesherawaty.

Berhubung saya memang gak suka ikut - ikutan mode (padahal kewajiban ya), saya tidak mau mengenakan penutup kepala dan rambut tersebut karena sedang menjamur saja. Saya yang pada saat itu sudah menjadi mahasiswi di Universitas Negeri di Pontianak sudah beberapa kali ikut kegiatan rohis, tapi hati saya masih tak bergeming.

Saya tidak ingin mengenakannya karena orang lain.
Saya yang keras hati, ingin mengenakannya karena saya benar - benar ingin.

Alhamdulillah, dua tahun setelah hijrahnya penampilan adik saya, saya yang benar - benar bersyukur dilembutkan hati untuk memantapkan langkah berupaya menutup aurat. Alhamdulillah Allah masih menitipkan roh dalan raga sehingga tidaklah saya dulu jika dipanggil dalam keadaan yang belum menutup aurat dan sungguh keji terhadap hak tubuh yang harusnya ditutup segera setelah akil baligh.

2003, bulan Maret, saya memiliki dua helai jilbab langsung pakai dengan model yang jadul. Hitam dan Kuning Telur. Dua jilbab perdana saya. Dibelikan mama, sehari sebelum kegiatan lapangan di Bukit Loncet, Anjungan.

Tak terkiranya betapa besar rasa syukur saya atas hidayah yang diberikanNYA beserta kelembutan hati pada hambaNYA yang keras ini.
Allahu Akbar.

Sungguh, tiada daya dan upaya hanya dari Allah semata.

Tapi hidayah tidaklah datang begitu saja.
Sebenarnya dalam proses saya menolak jilbab, saya pada akhirnya lebih tertarik dan merasa nyaman saat mengenakannya.

Saya cukup ingat pada saat saya curi - curi mengenakan jilbab mama karena malu, saat menatap di cermin, wajah bulat saya tidak lagi dihiasi rambut yang menjadi penghias kebanggaan saya selama itu.
Saya melihat diri saya yang lain. Tidak secantik sebelumnya, tapi saya merasa sangat tenang dan nyaman.

Berkali - kali nyaris tiap hari, saya menatap di cermin.
Perasaan tenang dan nyaman yang tetap sama.
Sampai akhirnya rasa itu tak lagi dapat dibendung.
Mungkin seperti orang yang jatuh cinta dan ingin segera bertemu.
Siang itu juga saya, terakhir kali saya curi - curi mengenakan jilbab mama, saya menyampaikan pada beliau keinginan saya untuk memiliki dan mengenakan jilbab.

Pada masa pertama berjilbab, sekenanya saya masih mengenakan baju yang sedikit membungkus.
Belum longgar.
Jilbabnya pun masih kerap kali yang melilit leher.

Alhamdulillah, sekarang saya terus belajar memperbaiki diri.
Berupaya mengenakan penutup aurat yang bahanya tebal, menutup dada dan pakaian yang longgar.

Semoga istiqomah.

Semoga dilembutkan hati untuk terus memperbaiki diri.

La haula wa laquataillabillah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Template by BloggerCandy.com