Pages

Minggu, 19 Oktober 2014

RESUME : KELANGKAAN DAN PERBANDINGAN POLITIK LINGKUNGAN TERHADAP KONFLIK

Tugas meringkas mengenai Politik Lingkungan.
Sungguh, Politik itu sesuatu yang complicated.
Akhirnya tertarik dan makin semangat belajar.
Meski awalnya, penuh konflik batin.
Hehehe...


KELANGKAAN SUMBER DAYA DAN KONFLIK POLITIK

Malthus dalam Essay On The Principle Of Population pada tahun 1798 bahwa sumberdaya yang terbatas dan penduduk yang bertambah nyaris tak terbatas, maka kekisruhan politik, social dan spiritual adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari. Menjelang 1920 an dilakukan analisis lebih mendalam dan rumusan – rumusan solusi yang ditawarkan kepada pembuat kebijakan. Powers dalam tulisannya Formal Mecanism For Dealing With Resource Conflict adalah salah satu diantaranya menyatakan perlunya agen supranasional sebagai penengah perselisihan.
Krisis ekonomi pada 1930-an menimbulkan lebih banyak upaya untuk menggerakkan aktor – aktor kebijakan menjalankan langkah – langkah penyelesaian masalah – masalah sumber daya tanpa konflik (Barnes and Field, 1933 ; Burns, 1934). Lebensraum oleh Hitler dianggap merupakan upaya pragmatis untuk mencari jalan keluar yang bersifat chauvinistik atas konflik akibat kelangkaan sumber daya alam. Perang dunia kedua membuat kecemasan tersebut terwujud.

Selama perang dingin, para akademisi berupaya merumuskan cara penanggulangan konflik politik akibat kelangkaan sumber daya, seperti melalui kajian ideologi free world harus menang atas komunisme, namun justru memperlambat. Menjelang 1960-an dan di era 1970-an, para peneliti semakin terbuka terhadap studi antar disiplin, dan mulai maju kembali. Salah satunya adalah Richard Cooper (1973) mempelajari pola – pola pemukiman orang Hmong di Thailand Utara, menganalisis produksi candu (opium) di unit keluarga di daerah pegunungan dan konflik – konflik di antara mereka dan menggabungkan antropologi, ilmu lingkungan dan sosiologi. Berkat penelitiannya studi alokasi sumber daya menjadi lebih personal dan lebih fokus dan lebih dekat realitas.

Situasi Riset Masa Kini
Ross (2004) mengulas studi ekonometri lintas – nasional dan studi kualititas kelangkaan sumber daya dan konflik, menyimpulkan bahwa secara kolektif, karya terdahulu dikelompokkan berdasarkan asumsi – asumsi : minyak memperbesar konflik (konflik separatis), komoditas semisal berlian dan drugs mungkin tidak memicu konflik tetapi dapat memperpanjang konflik, tidak ada hubungan jelas antara komoditas pertanian dengan perang sipil dan hubungan yang terjadi antara komoditas primer dengan munculnya konflik bukanlah hubungan yang terjadi secara mendadak.
Urdal (2005), menemukan sedikit sekali dukungan dari kajian empiris, tidak adanya bukti yang mendukung gagasan “neo-Malthus”, yakni bahwa tekanan penduduk terhadap sumber daya alam yang dapat diperbaharui mengakibatkan masyarakat lebih rawan terjatuh ke dalam perang sipil dengan intensitas rendah. Asumsinya “sumber daya optimistik” yaitu kelangkaan tanah pertanian yang disebabkan oleh meningkatnya kepadatan penduduk akan menggerakkan pembangunan ekonomi sehingga menciptakan perdamaian sebagai asumsi yang tidak mendasar.
Beesi dan Lahiri (2007) dengan model teoritis perdagangan (dua wilayah dalam konflik, ekuilibrium perang ditentukan secara endogen) menemukan sumber daya alam yang meilmpah dan tidak diperebutkan akan mengurangi konflik sedangkan sumber daya alam yang diperebutkan akan meningkatkan konflik. Sedangkan Le Bilion (2007) dengan tradisi kooperatifmenganalisis kerentanan negara – negara yang tergantung pada sumber daya, menyimpulkan bahwa stabilitas jangka panjang di kawasan yang mengekspor  sumber daya akan tergantung pada tingkat perkembangan dan menjaga stabilitas dibutuhkan agenda reformasi yang memprioritas kebutuhan dasar dan keamanan populasi lokal.
Bogalea, Taebb dan Endoc (2006), mengidentifikasi determinan pilihan rumah tangga diantara alternative rezim hak property tanah dan mengetahui hak – hak tersebut membantu menghilangkan konsekuensi negative dari konflik yang terkait kelangkaan lahan. Mereka menegaskan ada dua faktor yaitu rasio ketergantungan dan tingkat pendidikan.
Lujala, Gledistch dan Gilmore (2005) mengkaji sumber daya bernilai tinggi seperti intan dengan kemunculan konflik. Klare (2002) memperluas paradigma sumber daya unit tunggal ke paradigm yang lebih luas. Joseph Stiglitz seperti karyanya Globalization and Its Discontents (2002) mempelajari konsekuensi – konsekuensi lingkungan dari ekstraksi dan pemanfaatan sumber daya.



Variabel Baru : Perubahan Iklim
Salehyan (2008) mengemukakan bahwa efek perubahan iklim terhadap konflik bersenjata berkaitan dengan sejumpah variable social dan politik. Biokapasitas (ukuran atau kriteria lahan produksi) dan cadangan ekologis (ukuran atau criteria lahan) merupakan alat memprediksi apakah akan muncul perdamaian.
Homer – Dixon (2009), mengemukan urbanisasi memperparah kelangkaan sumber daya alam. Sedangkan Gausset, Whyte dan Birch – Thomsen (2005) mengembangkan pendekatan neodialektika dengan memusatkan perhatian pada proses di mana sumber daya alami dimanipulasi oleh kepentingan pribadi untuk meraih kekuasaan. Namun pendekatan neodialektika ini mengabaikan model Malthus maupun neo-Malthus yang dimana kedua model ini memandang agensi individu sebagai aspek sentral.
Menurut Peluso dan Watts (2001) menjembatani dialektika dengan sejarah studi, mengembangkan konsep kelangkaan politik namun pendekatan ini mengabaikan faktor hambatan ketersediaan sumber daya fisik. Selanjutnya model politik diulas peraih Nobel Amartya Send an Wangaari Maathai namun model ini mengabaikan pola – pola konsumsi individu dan perilaku ekologis masyarakat manusia sehingga model ini tidak lengkap.
Reuveny (2008) menilai bahwa sebagaimana upaya memberikan penjelasan adalah bagian dari ilmu social empiris, maka demikian halnya prediksi. Ia berpendapat bahwa adaptasi, mitigasi dan emigrasi adalah tiga kemungkinan respon manusia yang tergantung pada seberapa besar masalah dan kemampuan mitigasi. Pembahasannya meliputi pasca badai Katarina di Lousiana dan Missisipi, badai di Bangladesh pada 1950-an dan badai pasir di Amerika selama 1930-an, menawarkan model yang menggambarkan perubahan pra – kebijakan dan pasca – kebijakan sebagai akibat bencana iklim. Studinya menunjukkan bahwa perubahan lingkungan bisa memicu migrasi keluar dalam jumlah besar yang menjurus pada konflik kekerasan di daerah yang menerima kelompok migran.
Pearce (2007) menunjukkan kelangkaan air bersih di seluruh dunia adalah krisis lingkungan yang paling menakutkan. Air, menurut Shiva adalah sumber daya yang tidak dapat dianggap semata – mata sebagai komoditas. Shiva percaya bahwa konflik akan memuncak apabila sumber air bersih semakin langka.
Humpreys, Sachs dan Stiglitz (2007) mempelopori pandangan post – modern yang memusatkan perhatian pada sumber daya tertentu yang diekstrak dan diproses, yaitu minyak. Karya mereka dibilai sebagai representasi terbaik dari upaya studi tentang bagaimana perjuangan mendapatkan petrodollar telah memperbesar kelangkaan dan konflik.



PERBANDINGAN POLITIK LINGKUNGAN DAN KONFLIK

Ullman (1983), Matthew (1989) dan Kaplan (1994) secara khusus menunjukkan bahwa isu lingkungan dapat berperan penting dalam menciptakan dan mengobarkan konflik antar Negara. Choucri dan North (1975) berpendapat bahwa meningkatnya populasi menyebabkan bertambahnya kebutuhan sumberdaya yang terbatas yang akan mengakibatkan tekanan lateral yang mendorong pencarian sumber daya di luar daerah kekuasaan.
Homer – Dixon (1991) menyimpulkan kelangkaan lingkungan akan menekan proses sosial yang ada, maka empat tekanan sosial yang memicu konflik yaitu mengakibatkan produksi pertanian menurun, kemerosotan ekonomi, penduduk kehilangan tempat tinggal, dan terganggunya pola normal hubungan social. Homer – Dixon pada tahun 1998 mendefinisikan kelangkaan lingkungan sebagai “kelangkaan sumber daya alam yang tak terbaharukan seperti lahan pertanian, hutan, sungai dan persediaan ikan. Menurut mereka ada 3 kelangkaan, yaitu kelangkaan persediaan (supply), kelangkaan kebutuhan (demand) dan kelangkaan akibat distribusi tidak merata.
Tiga tipe konflik sebagai akibat tekanan sosial karena kelangkaan lingkungan, yaitu kelangkaan lingkungan mengakibatkan konflik sederhana (munculnya teori dari kelompok Toronto terhadap kelangkaan yang menyebabkan konflik sederhana ini), kelangkaan lingkungan mengakibatkan konflik identitas kelompok, dan kelangkaan lingkungan mendorong pemberontakan terhadap pemerintah.
Argumen Kelompok Toronto cenderung membela pandangan komprehensif mengenai isu keamanan yang mencangku penyebab lengkungan yang menimbulkan konflik. Frederick (1999) berpendapat menentang dengan pendekatan tersebut, ia menyebutkan keamanan dibagi menjadi dua kategori, yaitu isu keamanan tradisional dan nontradisional.
Gleditsch (1998) mengatakan sebagian sarjana mencatat bahwa kelangkaan lingkungan mungkin akibat dari konflik, bukan sebab konflik. Penelitian empiris belum berhasil menunjukkan bahwa kelangkaan lingkungan adalah penyebab dari konflik.
Salehyan (2008) mencatat bahwa degradasi lingkungan tidak selalu merupakan kondisi penyebab konflik bersenjata dan degradasi juga bukan kondisi yang mencukupi memicu konflik. Lonergan (2001) mengatakan, sebagian ahli mencatat bahwa walaupun air berperan dalam konflik, sulit menunjukkan kasus – kasus dimana ketidakadilan pembagian air adalah penyebab konflik.
Dapat dikatakan catatan empiris hubungan generic antara kelangkaan lingkungan dengan konflik bersenjata menunjukkan pola beragam. Faktor – faktor lingkungan memainkan peran terpisah, bukan penyebab konflik. Namun studi kasus dan upaya kuantitatif menunjukkan bahwa hipotesis Kelompok Toronto tidak dapat diabaikan, dan memerlukan analisa lanjut.
Implikasi kebijakan menurut Homer – Dixon ada dua cara, yaitu dengan rezim otoriter dan peningkatan kemampuan teknis dan social. Butts (1999) mencatat bahwa militer Amerika Serikat memiliki sumber daya alam yang ekstensif yang dengan mudah dibawa untuk menangani konflik di mana pun dengan cara ini.
Dibutuhkan lebih banyak penelitian untuk mengakhiri perdebatan mengenai faktor lingkungan yang mengakibatkan masalah keamanan  apakah konflik lingkungan sebaiknya dipandang sana dengan sumber konflik yang lebih tradisional. Perkembangan studi institusi internasional memberikan harapan bahwa pembuat kebijakan dapat mengurangi dampak perubahan lingkungan sebagai pemicu konflik.



RESUME

KELANGKAAN SUMBER DAYA DAN KONFLIK POLITIK
PERBANDINGAN POLITIK LINGKUNGAN DAN KONFLIK


 OLEH :

NIM.


********  ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2014 / 2015



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Template by BloggerCandy.com