Sungguh, Politik itu sesuatu yang complicated.
Akhirnya tertarik dan makin semangat belajar.
Meski awalnya, penuh konflik batin.
Hehehe...
KELANGKAAN
SUMBER DAYA DAN KONFLIK POLITIK
Malthus dalam Essay On The Principle Of Population pada tahun 1798 bahwa sumberdaya yang
terbatas dan penduduk yang bertambah nyaris tak terbatas, maka kekisruhan
politik, social dan spiritual adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari.
Menjelang 1920 an dilakukan analisis lebih mendalam dan rumusan – rumusan
solusi yang ditawarkan kepada pembuat kebijakan. Powers dalam tulisannya Formal Mecanism For Dealing With Resource
Conflict adalah salah satu diantaranya menyatakan perlunya agen
supranasional sebagai penengah perselisihan.
Krisis ekonomi pada
1930-an menimbulkan lebih banyak upaya untuk menggerakkan aktor – aktor
kebijakan menjalankan langkah – langkah penyelesaian masalah – masalah sumber
daya tanpa konflik (Barnes and Field,
1933 ; Burns, 1934). Lebensraum
oleh Hitler dianggap merupakan upaya pragmatis untuk mencari jalan keluar yang
bersifat chauvinistik atas konflik
akibat kelangkaan sumber daya alam. Perang dunia kedua membuat kecemasan
tersebut terwujud.
Selama perang dingin,
para akademisi berupaya merumuskan cara penanggulangan konflik politik akibat
kelangkaan sumber daya, seperti melalui kajian ideologi free world harus menang atas komunisme, namun justru memperlambat.
Menjelang 1960-an dan di era 1970-an, para peneliti semakin terbuka terhadap
studi antar disiplin, dan mulai maju kembali. Salah satunya adalah Richard Cooper
(1973) mempelajari pola – pola pemukiman orang Hmong di Thailand Utara,
menganalisis produksi candu (opium) di unit keluarga di daerah pegunungan dan
konflik – konflik di antara mereka dan menggabungkan antropologi, ilmu
lingkungan dan sosiologi. Berkat penelitiannya studi alokasi sumber daya
menjadi lebih personal dan lebih fokus dan lebih dekat realitas.
Situasi
Riset Masa Kini
Ross (2004) mengulas
studi ekonometri lintas – nasional dan studi kualititas kelangkaan sumber daya
dan konflik, menyimpulkan bahwa secara kolektif, karya terdahulu dikelompokkan
berdasarkan asumsi – asumsi : minyak memperbesar konflik (konflik separatis),
komoditas semisal berlian dan drugs
mungkin tidak memicu konflik tetapi dapat memperpanjang konflik, tidak ada hubungan
jelas antara komoditas pertanian dengan perang sipil dan hubungan yang terjadi
antara komoditas primer dengan munculnya konflik bukanlah hubungan yang terjadi
secara mendadak.
Urdal (2005), menemukan
sedikit sekali dukungan dari kajian empiris, tidak adanya bukti yang mendukung
gagasan “neo-Malthus”, yakni bahwa tekanan penduduk terhadap sumber daya alam
yang dapat diperbaharui mengakibatkan masyarakat lebih rawan terjatuh ke dalam
perang sipil dengan intensitas rendah. Asumsinya “sumber daya optimistik” yaitu
kelangkaan tanah pertanian yang disebabkan oleh meningkatnya kepadatan penduduk
akan menggerakkan pembangunan ekonomi sehingga menciptakan perdamaian sebagai
asumsi yang tidak mendasar.
Beesi dan Lahiri (2007)
dengan model teoritis perdagangan (dua wilayah dalam konflik, ekuilibrium
perang ditentukan secara endogen) menemukan sumber daya alam yang meilmpah dan
tidak diperebutkan akan mengurangi konflik sedangkan sumber daya alam yang
diperebutkan akan meningkatkan konflik. Sedangkan Le Bilion (2007) dengan
tradisi kooperatifmenganalisis kerentanan negara – negara yang tergantung pada
sumber daya, menyimpulkan bahwa stabilitas jangka panjang di kawasan yang
mengekspor sumber daya akan tergantung
pada tingkat perkembangan dan menjaga stabilitas dibutuhkan agenda reformasi
yang memprioritas kebutuhan dasar dan keamanan populasi lokal.
Bogalea, Taebb dan
Endoc (2006), mengidentifikasi determinan pilihan rumah tangga diantara
alternative rezim hak property tanah dan mengetahui hak – hak tersebut membantu
menghilangkan konsekuensi negative dari konflik yang terkait kelangkaan lahan. Mereka
menegaskan ada dua faktor yaitu rasio ketergantungan dan tingkat pendidikan.
Lujala, Gledistch dan
Gilmore (2005) mengkaji sumber daya bernilai tinggi seperti intan dengan
kemunculan konflik. Klare (2002) memperluas paradigma sumber daya unit tunggal
ke paradigm yang lebih luas. Joseph Stiglitz seperti karyanya Globalization and Its Discontents (2002)
mempelajari konsekuensi – konsekuensi lingkungan dari ekstraksi dan pemanfaatan
sumber daya.
Variabel
Baru : Perubahan Iklim
Salehyan (2008)
mengemukakan bahwa efek perubahan iklim terhadap konflik bersenjata berkaitan
dengan sejumpah variable social dan politik. Biokapasitas (ukuran atau kriteria
lahan produksi) dan cadangan ekologis (ukuran atau criteria lahan) merupakan
alat memprediksi apakah akan muncul perdamaian.
Homer – Dixon (2009),
mengemukan urbanisasi memperparah kelangkaan sumber daya alam. Sedangkan
Gausset, Whyte dan Birch – Thomsen (2005) mengembangkan pendekatan
neodialektika dengan memusatkan perhatian pada proses di mana sumber daya alami
dimanipulasi oleh kepentingan pribadi untuk meraih kekuasaan. Namun pendekatan
neodialektika ini mengabaikan model Malthus maupun neo-Malthus yang dimana
kedua model ini memandang agensi individu sebagai aspek sentral.
Menurut Peluso dan
Watts (2001) menjembatani dialektika dengan sejarah studi, mengembangkan konsep
kelangkaan politik namun pendekatan
ini mengabaikan faktor hambatan ketersediaan sumber daya fisik. Selanjutnya
model politik diulas peraih Nobel Amartya Send an Wangaari Maathai namun model
ini mengabaikan pola – pola konsumsi individu dan perilaku ekologis masyarakat
manusia sehingga model ini tidak lengkap.
Reuveny (2008) menilai
bahwa sebagaimana upaya memberikan penjelasan adalah bagian dari ilmu social
empiris, maka demikian halnya prediksi. Ia berpendapat bahwa adaptasi, mitigasi
dan emigrasi adalah tiga kemungkinan respon manusia yang tergantung pada
seberapa besar masalah dan kemampuan mitigasi. Pembahasannya meliputi pasca
badai Katarina di Lousiana dan Missisipi, badai di Bangladesh pada 1950-an dan
badai pasir di Amerika selama 1930-an, menawarkan model yang menggambarkan
perubahan pra – kebijakan dan pasca – kebijakan sebagai akibat bencana iklim. Studinya
menunjukkan bahwa perubahan lingkungan bisa memicu migrasi keluar dalam jumlah
besar yang menjurus pada konflik kekerasan di daerah yang menerima kelompok
migran.
Pearce (2007)
menunjukkan kelangkaan air bersih di seluruh dunia adalah krisis lingkungan
yang paling menakutkan. Air, menurut Shiva adalah sumber daya yang tidak dapat
dianggap semata – mata sebagai komoditas. Shiva percaya bahwa konflik akan
memuncak apabila sumber air bersih semakin langka.
Humpreys, Sachs dan
Stiglitz (2007) mempelopori pandangan post – modern yang memusatkan perhatian
pada sumber daya tertentu yang diekstrak dan diproses, yaitu minyak. Karya
mereka dibilai sebagai representasi terbaik dari upaya studi tentang bagaimana
perjuangan mendapatkan petrodollar telah memperbesar kelangkaan dan konflik.
PERBANDINGAN
POLITIK LINGKUNGAN DAN KONFLIK
Ullman (1983), Matthew
(1989) dan Kaplan (1994) secara khusus menunjukkan bahwa isu lingkungan dapat
berperan penting dalam menciptakan dan mengobarkan konflik antar Negara.
Choucri dan North (1975) berpendapat bahwa meningkatnya populasi menyebabkan
bertambahnya kebutuhan sumberdaya yang terbatas yang akan mengakibatkan tekanan
lateral yang mendorong pencarian sumber daya di luar daerah kekuasaan.
Homer – Dixon (1991)
menyimpulkan kelangkaan lingkungan akan menekan proses sosial yang ada, maka
empat tekanan sosial yang memicu konflik yaitu mengakibatkan produksi pertanian
menurun, kemerosotan ekonomi, penduduk kehilangan tempat tinggal, dan
terganggunya pola normal hubungan social. Homer – Dixon pada tahun 1998
mendefinisikan kelangkaan lingkungan sebagai “kelangkaan sumber daya alam yang
tak terbaharukan seperti lahan pertanian, hutan, sungai dan persediaan ikan.
Menurut mereka ada 3 kelangkaan, yaitu kelangkaan persediaan (supply), kelangkaan kebutuhan (demand) dan kelangkaan akibat distribusi
tidak merata.
Tiga tipe konflik
sebagai akibat tekanan sosial karena kelangkaan lingkungan, yaitu kelangkaan
lingkungan mengakibatkan konflik sederhana (munculnya teori dari kelompok
Toronto terhadap kelangkaan yang menyebabkan konflik sederhana ini), kelangkaan
lingkungan mengakibatkan konflik identitas kelompok, dan kelangkaan lingkungan
mendorong pemberontakan terhadap pemerintah.
Argumen Kelompok
Toronto cenderung membela pandangan komprehensif mengenai isu keamanan yang
mencangku penyebab lengkungan yang menimbulkan konflik. Frederick (1999)
berpendapat menentang dengan pendekatan tersebut, ia menyebutkan keamanan
dibagi menjadi dua kategori, yaitu isu keamanan tradisional dan nontradisional.
Gleditsch (1998)
mengatakan sebagian sarjana mencatat bahwa kelangkaan lingkungan mungkin akibat
dari konflik, bukan sebab konflik. Penelitian empiris belum berhasil
menunjukkan bahwa kelangkaan lingkungan adalah penyebab dari konflik.
Salehyan (2008)
mencatat bahwa degradasi lingkungan tidak selalu merupakan kondisi penyebab
konflik bersenjata dan degradasi juga bukan kondisi yang mencukupi memicu
konflik. Lonergan (2001) mengatakan, sebagian ahli mencatat bahwa walaupun air
berperan dalam konflik, sulit menunjukkan kasus – kasus dimana ketidakadilan
pembagian air adalah penyebab konflik.
Dapat dikatakan catatan
empiris hubungan generic antara kelangkaan lingkungan dengan konflik bersenjata
menunjukkan pola beragam. Faktor – faktor lingkungan memainkan peran terpisah,
bukan penyebab konflik. Namun studi kasus dan upaya kuantitatif menunjukkan
bahwa hipotesis Kelompok Toronto tidak dapat diabaikan, dan memerlukan analisa
lanjut.
Implikasi kebijakan
menurut Homer – Dixon ada dua cara, yaitu dengan rezim otoriter dan peningkatan
kemampuan teknis dan social. Butts (1999) mencatat bahwa militer Amerika
Serikat memiliki sumber daya alam yang ekstensif yang dengan mudah dibawa untuk
menangani konflik di mana pun dengan cara ini.
Dibutuhkan lebih banyak
penelitian untuk mengakhiri perdebatan mengenai faktor lingkungan yang
mengakibatkan masalah keamanan apakah
konflik lingkungan sebaiknya dipandang sana dengan sumber konflik yang lebih
tradisional. Perkembangan studi institusi internasional memberikan harapan
bahwa pembuat kebijakan dapat mengurangi dampak perubahan lingkungan sebagai
pemicu konflik.
RESUME
KELANGKAAN SUMBER DAYA DAN KONFLIK POLITIK
PERBANDINGAN POLITIK LINGKUNGAN DAN KONFLIK
OLEH :
NIM.
******** ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2014 / 2015
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar